Publishia. Kemacetan telah menjadi ‘rutinitas’ yang akrab bagi anak
unsri yang setiap harinya mengadakan perkuliahan di Indralaya. Tidak jarang
kemacetan mengganggu kegiatan belajar mengajar mahasiswa. Dosen dan mahasiswa
pun kerap kali tidak bisa datang tepat waktu karena kondisi jalan yang tidak
bisa diprediksi.
Hal ini menimbulkan berbagai spekulasi mengenai kemacetan palembang-indralaya yang selalu terjadi. Beberapa beranggapan bahwa penyebab kemacetan yang memakan jarak tempuh shingga hampir 5 jam tersebut disebabkan oleh alat berat yang tengah memperbaiki ruas jalan yang berlubang. Selain itu faktor internal (prone) berupa perilaku pengendara yang tidak patuh dalam berlalu lintas sehingga mengakibatkan penumpukan kendaraan. Ada pula anggapan yang mengatakan bahwa ruas jalan indralaya yang hanya selebar 14 meter itupun tak mampu menampung arus kendaraan dengan volume yang begitu besar. Padahal truk-truk besar yang datang melalui arah yang berlawanan silih berganti melewati ruas jalan yang disediakan dengan perlahan. Betapa tidak, dengan ruas jalan selebar 14 meter itu sudah tidak sanggup lagi menampung arus kendaraan yang setiap harinya lalu lalang di jalan indralaya-palembang tersebut. Kemajuan pesat kota palembang turut pula menambah panjang cerita kemacetan yang terjadi.
Permasalahan
ini mendapatkan banyak kecaman dari pemakai jalan, khususnya bagi mahasiswa dan
para dosen. Mereka menyatakan bahwa pemerintah acuh terhadap masalah
infrastruktur Sumatera Selatan yang berjalan lambat sedangkan proyek yang menghabiskan anggaran
sebesar puluhan milyar itu justru malah berdampak negatif bagi masyarakat. Fakta
dilapangan ruas jalan baru yang dibangun pemerintah jalan ditempat. Memang,
pemerintah kini membangun alternatif jalur penghubung indralaya-palembang
dengan menambah ruas jalan menjadi dua lajur yang setiap lajurnya bisa dilalui
hingga 4 kendaraan sekaligus secara bersamaan. Namun, pembangunan tersebut tak
kunjung memberikan secerca harapan. Justru kebalikannya, pembangunan lajur baru
ruas jalan indralaya-palembang membuat kemacetan semakin menjadi-jadi.
Eskavator yang berfungsi membongkar areal rawa-rawa malah menjadi daftar
panjang penyebab kemacetan. Truk-truk yang lalu lalang membawa tanah yang akan
digunakan untuk menimbun areal rawa yang dibangun ruas jalan baru malah
menimbulkan persoalan baru. Selain tentunya, kemacetan. Perosalan lingkungan
turut pula menambah carut-marut pembangunan lajur tersebut. Debu-debu hasil
dari pengeringan penimbunan areal rawa membuat ruas jalan menjadi kotor dan
lingkungan disekitar menjadi tidak sehat. Sungguh
ironi, sebagai jalan nasional seharusnya pemerintah lebih responsif
memperhatikan kondisi seperti ini. (rani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar